UU KARET






Kita tau bahwa produk hukum dan kebijakan di Indonesia, masih bersifat represif dan restrictif, bisa dilihat dari produk hukumnya pada masa pemerintahan reformasi, seperti UU anti phornography, UUITE, UU parpol, UU ormas, dan sebagainya. Mungkin bisa jadi undang undang itu memang mencerminkan kondisi dan kecenderungan masyarakatnya. 

Kecenderungan orang-orang yang terlibat dalam proses legislatif di Uni Eropa untuk segera mengadopsi tindakan tindakan hukum jauh lebih variatif dan lebih bersifat antisipatif. Sehingga bila ditilik dari manfaatnya tentu jauh lebih menguntungkan, karena draft legalnya bersifat menguatkan capacity building dan produktif seperti UU tentang hak air bersih, UU tentang wajib kerja, UU sanitasi, UU gas alam dsb. Meskipun telah dikritik tajam oleh seorang ahli hukum yang ada di Eropa, ketika menangani masalah Brussels dan kemudian melihat masalah yang terjadi di parlemen uni eropa itu sendiri soal Market draft Law.

Pengadilan Tinggi Tidak mudah untuk melihat mengapa banyak legislator Eropa membiarkan diri mereka terbawa oleh godaan untuk menunjukkan sikap mereka yang sangat cepat dalam menangani semua hal yang berkaitan dengan Produk hukum masyarakat, daripada memikul tanggung jawab mereka untuk memastikan bahwa undang-undang tersebut benar benar berhasil untuk kesejahteraan dan keadilan masyarakat tentunya.

Keuntungan jangka pendek proses public of law hampir selalu berdampak kepada cacat struktural dalam jangka panjang dan biaya yang sangat besar, namun paling tidak masyarakat tidak terlalu gaduh seperti dalam bentuk ketidakpercayaan dan kurangnya penghargaan terhadap aparatus legislatif di Eropa. Tidak dengan Indonesia, publik terlalu terluka dan menganggap lembaga legislatif adalah momok dan kangker yang tidak memiliki kontribusi sosial kecuali politik.

Memang si, Parlemen memiliki kekuatan untuk mengeluarkan undang-undang baru, mengubah undang-undang yang ada atau bahkan mencabut undang-undang lama yang dianggap tidak layak lagi digunakan. Namun melihat kenyataan dalam Prolegnas periode 2015-2019 hanya berjumlah 159 RUU, dan dalam setahun baru tiga produk hukum yang dibuat kalau enggak salah yaitu Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, dan Undang-undang Pemerintahan Daerah. Lambat dan mandulnya kerja kerja lembaga legislatif inilah yang kemudian saya sangat ingin menciptakan GENIUS LOCIUM

Berbeda dengan Eropa yang sudah menggunakan DGs untuk membantu preparing draft of legal, sebelum digodog dan masuk ke parlement. Sejak dalam kerja DGs setiap Komisi mewajibkan semua proposal legislatif yang membentuk bagian dari penilaian dampak langsung Program Legislatif dan Program Kerja yang mencakup dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari tindakan yang dipertimbangkan. 

Tujuannya adalah untuk mempromosikan pendekatan berbasis bukti yang lebih analitis terhadap pembuatan kebijakan dengan menganalisis pada tahap awal apa sifat dari masalah yang akan ditangani dan apa tujuan kebijakannya dan kemudian menentukan pilihan yang ada dan menilai kemungkinan masalah ekonomi, dampak sosial dan lingkungan dari pilihan tersebut untuk membandingkan kelebihan dan kekurangannya masing masing. Jadi antara kebutuhan dan produk hukum jadi sinkron di masyarakat.


Comments

Popular Posts