LGBT





Development Studies – Akan sulit membangun sebuah bangunan kehidupan bernegara yang demokratis apabila masyarakat sudah terkooptasi oleh perilaku yang absurd dan keberpihakan yang tinggi kepada golongan, kelompok, elit bahkan agama tertentu. Problem negara yang menjunjung tinggi nilai nilai kebebasan dalam sebuah negara yg merdeka adalah sebuah pertanyaan klasik tentang seberapa kompeten negara menjamin hak hak dasar rakyatnya, termasuk hak memilih kecenderungan sexualnya.

LGBT dinegara manapun sebenarnya sama, mereka sama sama manusia seperti halnya kita yg memiliki kehidupan sosial yang normal, juga sexual. Perbedaannya adalah di negara Indonesia dan kebanyakan negara Islam fenomena LGBT tidak dibuka secara transparan. Bahkan di Timur tengah khususnya Mesir, karena proses pernikahan tidak semudah dilakukan di Indonesia, sebagean besar dr mereka melakukan hubungan sesama jenis yang tidak terblow up di publik. 

Sebagaimana yang terjadi dari kisah seorang narapidana di Mesir yang melihat secara langsung sipir penjara di negara tersebut melakukan pelecehan kepada nara pidana maupun sesama sipir. Hal tersebut juga terjadi di Indonesia namun beberapa kasus LGBT justru tampak terekspose dan dilakukan oleh beberapa publik figur.

Pertanyaannya adalah bagaimanakah Undang Undang LGBT tersebut akan memihak, kalau mengacu kepada pendekatan liberalisme konstitusi dan perjuangan hak hak azazi Manusia maupun gerakan feminisme, maka fenomena LGBT bukanlah bagean dr fenomena penyimpangan sexual. Di Mexico misalnya Undang Undang perkawinan sesama jenis sudah mendapat legalisasi dan kelayakan sosial, baik dimata negara, hukum maupun keluarga. 

Demikian pula di Amerika. Tumpang tindih keberpihakan Undang undang di negara kita karna diakibatkan oleh ketidak jelasan filosofi dan konstitusi negara Indonesia sejak dulu. Sebagean mengambil dari sejarah dan perkembangan konstitusi liberal dan sebagean lagi mengikuti dan mengadopsi kitab dasar undang undang Hukum Islam atau kompilasi hukum Islam. Karna dianggap tidak sesuai dengan budaya timur dan moral bangsa.
   
Tarik menarik pertimbangan tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi, menimbang aturannya jelas. Sex atau kecenderungan sex adalah hak individu yang bukan menjadi wilayah negara, kalau negara mengambil alih kewenangan dalam mengatur masalah tersebut maka sebenarnya negara sudah melanggar aturan dasar demokrasi dan kebebasan individual.  

Demikian pula dengan sangsi masyarakat. Selama hak tersebut tidak mengganggu orang lain, dan melanggar atau mengganggu perlindungan hukum bagi orang lain tentu UU LGBT di negara Indonesia tidak perlu diwujudkan. Biarkan itu bersifat normatif dan sangsi sosial, bukan sangsi hukum. Namun apabila perilaku tersebut mengganggu dan berpengaruh bagi keselamatan publik maka UU seperti phornografi, UU anak, UU IT sudah dapat mengakomodasi bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh LGBT sebagaimana pelanggaran yang dilakukan masyarakat yang tidak terindikasi label LGBT

Perilaku normal dan tidak normal memang berpengaruh sepihak dari ketentuan hukum yg dijalankan, dan hukum diukur dari kebutuhan masyarakat yang menggunakan, demikian pula dipengaruhi oleh perkembangan politik liberalisme negara tersebut, jangan sampai yang terjadi adalah ketidaksiapan negara dalam menghadapi perubahan dan dampak globalisasi yang menimbulkan ketidakjelasan patokan hukum yang diberlakukan.
   

 

Feminisme

Realisme Hume tentang feminisme memberikan pemikiran yang berbeda tentang epistemologi kelamin dan kecenderungan sexual dalam konteks feminisme dan negara. Tidak secara langsung membenarkan pemikiran tersebut, akan tetapi Filosofi realisme Hume memberikan hubungan yang jelas dari empat refleksi moral dan budaya yang terdiri dari mind, passions, imagination dan intellect. Keterwakilan tubuh dalam simbol simbol ketatanegaran dan politik kekuasaan sangat tepat menggambarkan kondisi kekuasaan budaya sebuah negara yang dibangun saat ini. 

Negara tidak saja tidak memiliki karakteristik yg jelas antara maskulinitas ataupun feminitas politik, kerangka abu abu ini seperti kondisi hermoprodit atau politik ACDC, yang memiliki dua wajah dengan sifat yang sangat kondisional dalam mengikuti budaya dan kemauan rakyat yang berubah dg cepat. Dekonstruksi juga merupakan ciri dari kebijakan kebijakan yg terpengaruh oleh pemikiran femisnisme lebih lanjut

Agama

Agama sudah sejak awal memberikan informasi yang berbeda beda dlm penggambaran dosa penyimpangan sex, ini dikarenakan sejarah agama memiliki persepsi yang sama soal kepemilikan identitas dalam satu jenis gender pada tubuh manusia. yaitu bahwa tubuh manusia hanya memiliki hak satu jenis kelamin saja. Bukan hemoprodite. 
Sehingga menjadi problem yang besar apabila kecenderungan sexual menjadi berganti akibat perubahan identitas atau kesadaran akan kecenderungan yang berubah kepada pemilikan tubuh dan kelamin secara general. Agama juga menjaga hanya kepada satu kepemilikan identitas kelamin kepada formalitas hukum yang transendent dan sakral. Maksudnya adalah satu kepemilikan gender pada tubuh manusia, bukan klaim dua kepemilikan kelamin. Contoh bentuk sakralisasi itu antara lain adalah tidak diterimanya hubungan sesama jenis, onani maupun hamil diluar nikah.
Salah satu bentuk pencitraan negatif juga dibawa oleh agama agama tertentu, pencitraan negatif terhadap orang yang beronani tidak berorientasi pada aktivitas biologis dan pro creation namun dalam sejarah kelamin yg dibangun oleh agama, contoh, dlm kitab perjanjian lama, larangan melakukan onani bermula dari dikutuklah orang yang melakukan onani , dikisahkan dalam kitab kejadian pasal 38 bahwa Onan adalah seorang laki laki yang diminta bapaknya Yehuda untuk mengawini istri almarhum kakaknya, agar kakaknya memiliki keturunan, karena keberatan anaknya yang lahir dianggap anak kakaknya, maka onan menumpahkan spermanya diluar tubuh istri kakaknya sehingga tidak bisa hamil, oleh karena itu Tuhanpun murka kepada onan dan Onanpun mati. Ini salah satu bukti bahwa sejarah kecenderungan pilihan sexual tidak semata mata dibawa oleh akal dan kreativitas namun juga oleh passion, imaginasi juga agama

Hak azasi manusia

Tuntutan hak Azazi manusia di dunia barat sedemikian besar berpengaruh kewilayah wilayah asia timur, apalagi pengaruh globalisasi dan alat komunikasi dimana mana. Masyarakat lebih takut kehilangan gadged nya setiap bangun pagi ketimbang perut yg lapar atau kebutuhan kesehatan. Informasi dan teknologi memberikan pengaruh yg besar terhadap masuknya budaya asing, informasi tentang hak azazi dan kisah kisah yang berbeda tentang sejarah kecenderungan sexual. Seperti yang bisa dilihat dalam Vidio pasangan sejenis langsung diakses oleh siapapun. 

Pernikahan sejenis saat ini juga semakin didukung oleh perkembangan teknologi DNA dan obstetrician-gynecologist yang luar biasa, dalam memecahkan problem reproduksi yang dahulu bukan menjadi issu utama memperjuangkan perkawinan beda pasangan ini, dahulu alasan kebahagiaan, cinta, kepuasan sexual menjadi alasan utama berita headline mengapa mereka memutuskan untuk hidup bersama namun berkembangnya teknologi alasan yang mutakhir tidak bisa mendapatkan keturunan dari pasangan yg sejenis sudah terpatahkan, karena mereka sudah dapat membuat laki laki bisa hamil, dengan menyuntikkan hormon yang biasa diberikan kepada wanita yang menopause seperti yang dimuat dalam Salah satu situs berikut ini.

Kini hak azazi memang akan menjadi senjata paling ampuh dalam perjuangan LGBT untuk mewujudkan keinginan mereka diakui secara moral dan hukum positif. Lepas dari pro dan kontra pendapat dan pertimbangan agama. Faktor inilah kemudian yg menyuburkan wacana politik didunia internasional soal integralistik yang sudah pernah saya bahas pada tulisan sebelumnya. Politik integralistik dunia akan dimulai dari penerimaan besar besaran konsekwensi akulturasi antar bangsa khususnya budaya Eropa diterima tanpa filter dan tanpa syarat ke pada budaya timur dan Islam yang jelas jelas sangat berbeda.


Comments

Popular Posts